Beranda | Artikel
Keadaan Darurat Membolehkan Sesuatu yang Terlarang
Jumat, 16 November 2012

Kaedah fikih berikut sangat bermanfaat bagi kaum muslimin, lebih-lebih lagi bagi ahli fatwa dan pakar fikih sehingga bisa membantunya menyelesaikan beberapa masalah. Jika suatu yang haram terpaksa dikonsumsi karena keadaan darurat, tidak ada jalan lain selain mengkonsumsi yang haram demi mempertahankan hidup, maka saat itu dibolehkan.

Kaedah ini dibawakan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitabnya Qowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah. Berikut kami sarikan:

Jika seseorang dalam keadaan darurat untuk melakukan suatu yang haram seperti karena khawatir pada keselamatan dirinya, jika ia tidak melakukannya maka ia akan tertimpa bahaya atau datang kerusakan, maka dibolehkan ketika itu untuk melakukannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (QS. Al Hajj: 78).

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185).

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).

Banyak permasalahan yang termasuk dalam kaedah ini seperti makan bangkai, minum air yang najis dan semacamanya ketika darurat, maka itu dibolehkan. Seperti pula melakukan sesuatu dalam shalat dengan gerakan yang banyak (contoh: merapikan shaf, membunuh kalajengking yang lewat di depan, pen) dalam keadaan darurat, seperti itu pun tidak membatalkan shalat.

Seperti pula dalam masalah haji atau umrah ketika dalam keadaan ihram dilarang untuk memakai pakaian yang membentuk lekuk tubuh, namun dibolehkan dilanggar ketika dalam keadaan darurat, tetapi tetap ada kewajiban fidyah.

Contoh lainnya, barangsiapa yang terpaksa dalam keadaan darurat mengambil harta orang lain seperti makanan, ia boleh memanfaatkannya tanpa izin atau ridho pemiliknya. Akan tetapi jika si pemilik malah mendapatkan dhoror (bahaya), maka tidak dibolehkan karena ‘tidak boleh menghilangkan dhoror dengan mendatangkan dhoror lainnya’.

Perkataan yang ma’ruf di tengah-tengah fuqoha,

لا محرم مع اضطرار ولا واجب مع عدم اقتدار

“Tidak ada keharaman ketika dalam kondisi darurat, tidak ada kewajiban saat tidak mampu.”

Guru kami, Syaikh Prof. Dr. ‘Abdus Salam Asy Syuwai’ir -semoga Allah senantiasa menjaga beliau- menerangkan bahwa yang dimaksud darurat sehingga mendapatkan keringanan di atas adalah:

(1) darurat yang terjadi saat itu juga bukan yang nantinya terjadi,

(2) harus jelas atau dipastikan bahwa tidak ada jalan lain selain mengkonsumsi yang haram,

(3) harus dipastikan bahwa yang haram tersebut bermanfaat untuk menghilangkan bahaya.

(Faedah dari kajian Qowa’idil Fiqh bersama beliau saat Dauroh Shoifiyah Jami Ibnu Taimiyah 1433 H, dari kitab Qowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah karya Syaikh As Sa’di).

Ulasan selengkapnya mengenai kajian ini akan diteruskan pada kesempatan lainnya dengan izin Allah. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahul muwaffiq.

 

Referensi: Qowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah, karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Maktabah Al Imam Ibnul Qayyim, cetakan pertama, 1433 H.


Artikel asli: https://rumaysho.com/2970-keadaan-darurat-membolehkan-sesuatu-yang-terlarang.html